Membangkitkan Petani

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Para pendahulu negeri ini telah memproklamirkan bahwa Indonesia sebagai negara agraris dan menjadikan lahan pertanian sebagai tulang punggung kehidupan masyarakatnya. Mereka tahu, Indonesia adalah salah satu negara Mega Biodiversity dan memiliki sekitar 60 persen dari dua juta spesies tumbuhan di dunia. Mega Biodiversity artinya kekayaan akan keanekaragaman hayati ekosistem, sumber daya genetika, dan spesies yang sangat berlimpah. Baca lebih lanjut

Mustahik

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Pada masa Rasulullah SAW, setiap umat Islam yang dianugerahi kelebihan harta oleh Allah SWT diperintah untuk memberikan sedekah. Pemberian sedekah sifatnya bebas, sukarela, dan tidak wajib. Selang beberapa waktu, ada perintah lagi dari Al-Quran yang berisi kewajiban berzakat bagi orang kaya. Tujuan zakat, seperti disabdakan Rasulullah, salah satunya untuk meringankan beban kehidupan orang-orang fakir dan miskin.

Umat Islam yang hidup berkecukupan dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tentu mau memberikan sedekah dan menunaikan zakat. Tanpa disangka, lambat laun dana yang terkumpul dari sedekah dan zakat cukup banyak. Hal itu membuat orang-orang yang serakah dan gila harta tidak dapat menahan hawa nafsu ketika melihat tumpukan harta. Mereka sangat tergoda untuk mengambil dan memilikinya. Baca lebih lanjut

Somba Opu, Tonggak Inovasi Makassar Tempo Dulu

Somba Opu mulai dibangun oleh Daeng Matanre Tumapa’risi’ Kallonna, Somba Gowa pada awal abad ke-16 (salah satu sumber menyebutnya dibangun tahun 1525). Benteng itu dibangun Daeng Matanre untuk membuat inovasi yang kelak mengubah nasib Gowa hingga ke tingkat yang tidak pernah ia bayangkan. Ia mengubah kerajaannya dari sebuah federasi kecil di pedalaman menjadi sebuah kekuatan dagang, dan pembangunan Somba Opu adalah salah satu tonggaknya. Perdagangan pun merebak. Para arkeologis menemukan bahwa keramik-keramik dari Cina, Vietnam dan Thailand, sudah tiba di benteng itu pada masa itu. Baca lebih lanjut

Indonesia Harus Terapkan Bio-Metric untuk Ungkap Jaringan Narkoba

Pewawancara & Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia hingga kini tetap berlangsung, bahkan semakin menunjukan peningkatan. Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Tommy Sagiman mengungkapkan, kasus-kasus penyelundupan  heroin, kokain dan psikotropika yang masuk ke Indonesia menggunakan modus operandi yang beragam.

Misalnya narkoba dimasukan ke dalam pipa gantole, papan selancar, body pack, koper, water filter, swallow, mainan anak-anak (toys), makanan, bahkan dimasukan ke dalam alat vital tubuh wanita. Menurut Tommy, untungnya para penyelundup sudah banyak yang ditangkap di bandara-bandara maupun pelabuhan-pelabuhan. Baca lebih lanjut

Sugandi, Tak Menyesal Jadi Petani

Pewawancara & Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Sugandi (62), itulah nama lengkapnya. Warga Kampung Muara Jaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, itu punya masa lalu yang indah. Dulu, sebelum tahun 1985, ia dikenal sebagai pembuat layang-layang yang hebat.

Dalam seminggu, Sugandi yang dibantu keluarganya dapat memproduksi sekitar 2.000 buah layang-layang. Hasil kreasi tangannya itu diminati banyak orang, utamanya warga Jakarta. Bahkan nama Sugandi terdengar hingga negeri Singapura dan Belanda berkat layang-layang.

”Ada beberapa turis yang sering datang ke rumah saya untuk pesan layang-layang,” tandas Sugandi.

Para pecinta layang-layang dari berbagai daerah –antara lain Jakarta, Depok, Bogor, Sukabumi, dan Kalimantan—kerap datang ke rumah Sugandi untuk berguru. Tak perlu heran bila dalam sebulan –ketika tahun 1970-an—, Sugandi bisa mengantongi penghasilan hingga 2 juta rupiah dari usaha layang-layang. Baca lebih lanjut

Iwan Ridwan, Inspirator dari Kampung Selaawi

Pewawancara & Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Iwan Ridwan (43) bukan warga kelahiran Kampung Selaawi, Desa Cibalung, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Bapaknya berasal dari Kalimantan, sementara ibunya dari Bogor. Sejak kecil hingga dewasa, Iwan merantau ke Jakarta bersama orang tuanya.

“Biasa, kayak orang-orang, mo ngadu nasib,” cetus Iwan.

Di Jakarta, Iwan beberapa kali ganti profesi. Penjual keliling kantong kresek di pasar, kuli, kondektur, montir, sopir angkot, dan nelayan pernah dijalaninya.

“Terakhir saya jadi sopir taksi. Karena di-PHK, saya memutuskan pulang ke rumah istri, Siti Maemunah (39), di Kampung Selaawi. Toh selama saya di Jakarta, perubahan nasib yang diinginkan tak kunjung terwujud,” ujarnya. Baca lebih lanjut

Saatnya Menjelajah Pulau Nias

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Nusa Indah Andalan Sumatera, Negeri Impian Aman Sentosa. Itulah jargon Nias. Percayalah, ada banyak hal yang bisa Anda dapatkan jika mau berkunjung ke Nias.

Ya’ahowu! Kalimat itu selalu diucapkan diawal ketika sesama orang Nias berjumpa, dimana pun. Bahkan saat kali pertama Anda mendarat di Bandar Udara Binaka, Gunung Sitoli, Nias, ucapan salam ini langsung terdengar. Luar biasa memang. Ya’ahowu seperti doa. Masyarakat di sana sudah biasa dan fasih melafalkannya. Ya’ahowu artinya semoga (Anda) senantiasa selamat, lembut, segar, terus tumbuh, dan berkembang layaknya tanaman yang bermanfaat. Itulah sapaan khas daerah Nias.

Nias adalah sebuah pulau yang berada di Lautan Hindia. Letaknya 125 kilometer sebelah Barat Pulau Sumatera dan merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya sekira 5.318 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk kurang lebih 800.000 jiwa. Mayoritas penghuninya suku Nias (Ono Niha) yang beragama Kristen Protestan. Saat ini, Nias telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan satu kota, yakni Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunung Sitoli. Baca lebih lanjut

Peduli Guru

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Dahulu masyarakat memaknai guru dengan kepanjangan digugu dan ditiru. Digugu artinya guru patut dipercayai, diakui, dan dihormati karena keilmuan dan perannya dalam masyarakat sebagai pendongkrak intelektualitas dan pembentuk sumber daya manusia yang berbudi pekerti. Sementara ditiru berarti guru layak dicontoh, diikuti, dan diteladani sebab kepribadian, perbuatan, dan tingkah lakunya terpuji yang bisa menjadi cerminan bagi orang lain. Pada titik ini, guru menjadi sosok yang sangat sakral.

Lambat laun, seiring perkembangan zaman dan pengaruh berbagai hal, kini image guru menurun drastis. Ada degradasi nilai, peran, dan fungsi guru. Imbasnya, murid di sekolah dan masyarakat umum seakan enggan menghargai dan menghormati guru. Di sisi lain, guru tak lagi menjadi profesi yang terlalu diminati generasi muda atau para orang tua, seperti era sebelumnya. Bahkan gelar pahlawan tanpa tanda jasa yang dulu begitu melekat pun kini bukan lagi kebanggaan bagi guru. Kondisi tersebut jelas sangat memprihatikan banyak pihak. Baca lebih lanjut

Tuna Karya

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) memerkirakan, angka pengangguran terbuka turun 0,71 persen atau sebesar 71 ribu orang dari 8,96 juta jiwa pada 2009 menjadi 8,89 juta orang pada 2010. Penurunan tersebut dilandasi pertumbuhan ekonomi 2010 yang diprediksi meningkat sebesar 5,9 persen. Tentu kabar ini patut disambut positif bila memang menjadi kenyataan.

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Munculnya tuna karya disebabkan banyak faktor. Namun yang paling dominan lantaran jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Baca lebih lanjut

Eurico Guterres: Nasib Warga Eks Timor Timur Lebih Buruk Ketimbang Pemberontak

Pewawancara & Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Eurico Barros Gomes Guterres, itulah nama lengkapnya. Pria kelahiran Uatulari, Timor Timur, 17 Juli 1971 ini  lebih dikenal dengan nama beken Eurico Guterres. Ia seorang milisi pro-Indonesia atau anti-kemerdekaan Timor Timur. Namun, ia dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur. Selain itu, Guterres merupakan pemimpin milisi utama pada pembantaian pasca referendum tahun 1999 dan penghancuran ibu kota Dili.

Pada November 2002, Guterres dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Putusan ini kemudian dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Ia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006 setelah gagal dalam upaya banding yang diajukan. Ia harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Pada April 2008, Guterres yang mengajukan peninjauan kembali (PK), dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan telah menemukan “bukti baru” bahwa ia tidak terlibat apapun. Baca lebih lanjut