Cara Asyik Menteri Roy

Menteri Pemuda dan Olahraga ngebut, kunjungan sana sini. Beragam terobosan terus dilakukan. Semuanya demi Merah Putih.

Terekam jelas dalam ingatan soal geger publik ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan hingga melantik Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Roy Suryo Notodiprojo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), medio Januari 2013. Di jejaring sosial, suara publik mayoritas nyinyir. Di forum diskusi, celotehan hingga caci maki tak kalah pedasnya. Di media massa, pendapat yang kontra dan pro beradu. Pendek kata, jika diprosentase, yang menolak pengangkatan Roy Suryo lebih banyak ketimbang yang mendukung.

Keraguan dan cemoohan publik tidak membuat Menteri Roy minder atau mundur. Dengan gaya khasnya, Menteri Roy tetap menebar senyum optimis, tanpa banyak menanggapi suara sinis. Pria berkumis ini mengaku hanya ingin berkonsentrasi dengan tugas dan tanggung jawabnya serta menjalankan amanat Presiden. Menteri Roy sadar betul, tugasnya sangat tidak ringan, apalagi waktunya pendek. Kemenpora sedang dihajar kasus korupsi Hambalang, prestasi cabang olahraga trennya melorot, para pemuda pun seolah tak terurus. Singkatnya, citra kementerian ini remuk. Baca lebih lanjut

Pemberdayaan Pesantren

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Sepanjang Ramadhan, berbagai media massa –utamanya televisi— serentak menayangkan program khusus yang berisi seluk beluk kehidupan pondok pesantren. Satu per satu pesantren yang memiliki ciri khas tertentu dikupas, mulai dari sejarah, kiprah, infrastruktur hingga eksistensinya saat ini. Biasanya, acara semacam ini bertujuan untuk menyemarakan Ramadhan sekaligus meningkatkan syiar Islam.

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya asli Indonesia. Keberadaannya dimulai sejak Islam masuk ke negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Karena itu, kontribusi sosial pesantren sangat besar terhadap sejarah perjalanan bangsa Indonesia dan kemajuan Islam. Baca lebih lanjut

Memberdayakan Masjid

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Di Indonesia rasanya tidak terlalu sulit menemukan masjid. Masjid tersebar dari pusat kota hingga pelosok desa. Namun, kerapkali masjid menjadi ramai pada saat tertentu saja. Misal Ramadhan seperti saat ini, shalat Jumat, shalat Idul Fitri, atau moment lain yang berkaitan perayaan hari besar Islam. Artinya, masjid masih dipahami sebagai tempat ibadah semata. Bahkan tren kekinian memperlihatkan bahwa tidak sedikit masyarakat yang menganggap masjid tak lebih sebagai kawasan wisata. Baca lebih lanjut

Nasib Nelayan

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Indonesia adalah negara maritim dan negara kepulauan terbesar di dunia yang berada pada batas dua samudera. Pulau besar dan pulau kecil yang terbentang jumlahnya lebih kurang 18.000 pulau. Sekitar 6.000 di antaranya merupakan pulau berpenduduk, sementara sisanya masih pulau kosong yang belum ditempati, bahkan belum diberi nama. Baca lebih lanjut

Membangkitkan Petani

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Para pendahulu negeri ini telah memproklamirkan bahwa Indonesia sebagai negara agraris dan menjadikan lahan pertanian sebagai tulang punggung kehidupan masyarakatnya. Mereka tahu, Indonesia adalah salah satu negara Mega Biodiversity dan memiliki sekitar 60 persen dari dua juta spesies tumbuhan di dunia. Mega Biodiversity artinya kekayaan akan keanekaragaman hayati ekosistem, sumber daya genetika, dan spesies yang sangat berlimpah. Baca lebih lanjut

Mustahik

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Pada masa Rasulullah SAW, setiap umat Islam yang dianugerahi kelebihan harta oleh Allah SWT diperintah untuk memberikan sedekah. Pemberian sedekah sifatnya bebas, sukarela, dan tidak wajib. Selang beberapa waktu, ada perintah lagi dari Al-Quran yang berisi kewajiban berzakat bagi orang kaya. Tujuan zakat, seperti disabdakan Rasulullah, salah satunya untuk meringankan beban kehidupan orang-orang fakir dan miskin.

Umat Islam yang hidup berkecukupan dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tentu mau memberikan sedekah dan menunaikan zakat. Tanpa disangka, lambat laun dana yang terkumpul dari sedekah dan zakat cukup banyak. Hal itu membuat orang-orang yang serakah dan gila harta tidak dapat menahan hawa nafsu ketika melihat tumpukan harta. Mereka sangat tergoda untuk mengambil dan memilikinya. Baca lebih lanjut

Peduli Guru

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Dahulu masyarakat memaknai guru dengan kepanjangan digugu dan ditiru. Digugu artinya guru patut dipercayai, diakui, dan dihormati karena keilmuan dan perannya dalam masyarakat sebagai pendongkrak intelektualitas dan pembentuk sumber daya manusia yang berbudi pekerti. Sementara ditiru berarti guru layak dicontoh, diikuti, dan diteladani sebab kepribadian, perbuatan, dan tingkah lakunya terpuji yang bisa menjadi cerminan bagi orang lain. Pada titik ini, guru menjadi sosok yang sangat sakral.

Lambat laun, seiring perkembangan zaman dan pengaruh berbagai hal, kini image guru menurun drastis. Ada degradasi nilai, peran, dan fungsi guru. Imbasnya, murid di sekolah dan masyarakat umum seakan enggan menghargai dan menghormati guru. Di sisi lain, guru tak lagi menjadi profesi yang terlalu diminati generasi muda atau para orang tua, seperti era sebelumnya. Bahkan gelar pahlawan tanpa tanda jasa yang dulu begitu melekat pun kini bukan lagi kebanggaan bagi guru. Kondisi tersebut jelas sangat memprihatikan banyak pihak. Baca lebih lanjut

Tuna Karya

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) memerkirakan, angka pengangguran terbuka turun 0,71 persen atau sebesar 71 ribu orang dari 8,96 juta jiwa pada 2009 menjadi 8,89 juta orang pada 2010. Penurunan tersebut dilandasi pertumbuhan ekonomi 2010 yang diprediksi meningkat sebesar 5,9 persen. Tentu kabar ini patut disambut positif bila memang menjadi kenyataan.

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Munculnya tuna karya disebabkan banyak faktor. Namun yang paling dominan lantaran jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Baca lebih lanjut

Zakat Mall vs Zakat Maal

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Ada temuan cukup menarik perihal uang yang dibelanjakan di pusat perbelanjaan atau mall. Menurut survei yang dilakukan oleh Consumer Survey Indonesia (CSI) pada 2010, seorang pengunjung mall di Jakarta rata-rata menghabiskan Rp 10.921.000 per tahun. Misalkan jumlah umat Islam yang berbelanja di seluruh mall Indonesia mencapai 100.000 orang per tahun, maka ‘zakat’ (baca uang yang dibelanjakan) di mall mencapai Rp 1,1 triliun per tahun.

Perputaran uang di mall memang cukup besar, terlebih menjelang lebaran seperti saat ini. Umat Islam yang memiliki kemampuan finansial umumnya membeli barang-barang untuk keperluan menyambut hari raya Idul Fitri. Berbelanja di mall bukanlah sesuatu yang dilarang. Hanya saja, apakah kesadaran ‘zakat’ di mall sudah dibarengi dengan kesadaran mengeluarkan zakat maal (harta)? Baca lebih lanjut

Keikhlasan dalam Berzakat

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Kata ikhlas sangat mudah diucapkan, tapi sejujurnya berat dipraktekan. Ikhlas harus selalu hadir dalam segala amalan baik kita. Ikhlas laksana ruh yang melekat dalam beribadah, beramal, dan berderma. Percuma saja kita giat melakukan shalat, puasa, zakat, haji, jihad, atau mengerjakan perbuatan baik lainnya jika tidak disertai keikhlasan. Tanpa keikhlasan, semua amalan sama sekali tiada manfaat dan tidak akan pernah diterima oleh Allah SWT. Baca lebih lanjut