Heka Hertanto, Direktur PT SAS: Padi Hibrida Solusi Ketahanan Pangan Nasional

Penulis Lukman Hakim Zuhdi

Kelangkaan beras yang kerap dialami masyarakat Indonesia secara perlahan akan semakin tertutupi dengan keberhasilan pengembangan padi hibrida oleh PT SAS. Pendapatan para petani juga meningkat. Dua jempol buat PT SAS.

Laju pertambahan penduduk di Indonesia sangat tinggi, per tahun ± 1,25%. Pertumbuhan ini tidak sebanding dengan peningkatan produksi beras setiap tahun, yang hanya ± 0,4%. Di sisi lain, luas lahan sawah semakin berkurang. Misal, kurang lebih 40 ribu hektar lahan sawah di Pulau Jawa beralih fungsi setiap tahunnya. Alhasil, Indonesia masih kekurangan beras, sehingga harus impor dari negara lain. Padahal, beras merupakan makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia.

“Berdasarkan realitas di atas, penduduk Indonesia sangat memerlukan peningkatan produksi padi yang signifikan. Salah satu solusinya melalui pengembangan teknologi padi hibrida, seperti yang dilakukan PT Sumber Alam Sutera (PT SAS),” ujar Direktur PT SAS Heka Hertanto kepada Indonesia Monitor, Jumat (26/02).

Menurut Heka, PT SAS merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang pertanian, khususnya pengembangan padi hibrida yang unggul untuk mendukung program peningkatan produksi padi dan perbaikan pendapatan petani di Indonesia. Pemilihan padi hibrida didasarkan pada berbagai pertimbangan penting. Antara lain potensi produksi padi hibrida rata-rata 9 -12 ton/Ha, sementara padi biasa (inbrida) rata-rata hanya 4,5 ton/Ha. Selain itu, potensi hasil padi hibrida 70-100%, lebih tinggi dari padi biasa (inbrida).

“Padi hibrida telah berhasil diterapkan secara komersial di negara-negara tetangga, yang juga merupakan negara tropis seperti Indonesia. Di antaranya di Philipina, India, Vietnam, dan berhasil meningkatkan produktifitas beras 15-25%,” beber Heka.

Direktur PT SAS Heka Hertanto
Direktur PT SAS Heka Hertanto

PT SAS menjadikan daerah Lampung sebagai tempat pengembangan sekaligus lahan percobaan awal padi hibrida. Dalam proses pengembangan itu, kata Heka, PT SAS menjalin kerjasama dengan Guo Hao Seed Industry. Guo Hao menyediakan tenaga ahli serta melakukan pengalihan teknologi untuk pengembangan padi hibrida di Indonesia. Perusahaan yang terletak di Sichuan, RRC, itu merupakan salah satu dari 15 perusahaan benih terbesar di Cina yang memiliki banyak varietas berproduksi tinggi skala nasional. Negara Cina memang sudah terbukti dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

“Badan Litbang Padi Kementerian Pertanian RI (BALITPA) juga telah mendukung untuk pengembangan teknologi hibrida. Balai Besar Penelitian Padi, yang terletak di Sukamandi, Subang, Jawa Barat, sebagai balai penelitian padi terbesar di Indonesia adalah partner kami,” tandas Heka.

Setelah padi hibrida berhasil diujicobakan, PT SAS selanjutnya menyebar (memasarkan) bibit itu ke berbagai daerah, termasuk daerah tandus, dengan menggandeng para petani atau kelompok usaha tani. Hasilnya, menurut Heka, para petani mengaku sangat puas dengan hasil panennya yang meningkat drastis. Sejak itu, acara panen raya yang dihadiri para pejabat negara pun sering digelar untuk menandai kesuksesan pengembangan padi hibrida.

“Terakhir, PT SAS berhasil melakukan panen raya di Desa Gunung Cupu, Cimanuk, Pandeglang, Banten. Bibit ditanam di atas lahan 25 hektar dengan pola kemitraan bersama 48 petani. PT SAS berhasil meningkatkan hasil panen padi rata-rata 8 ton per hektar. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari hasil panen padi sebelumnya yang hanya 3-4 ton per hektar. Saat ini, PT. SAS masih dalam tahap penanaman benih padi Bernas Rokan (padi hibrida berkualitas tinggi), Bernas Prima (benih unggul padi hibrida) dan Bernas Super di kalangan masyarakat (petani),” Heka menuturkan.

Dijelaskan Heka, padi hibrida PT SAS memang memiliki banyak keunggulan. Di antaranya potensi hasil produksi 8-12 ton/ha GKG, kebutuhan benih per Ha lebih sedikit (15 kg/ha), tanam cukup 1-2 bibit per lubang tanam, jumlah anakan produktif per rumpun banyak. Selain itu, padi hibrita PT SAS toleran terhadap tanah asam, umur panen 97-112 hari, prosentase gabah hampa rendah, rasa pulen, warna putih bersih, batang kokoh dan tidak mudah rebah.

Heka menyatakan bahwa PT SAS akan terus mengembangkan padi hibrida dimanapun daerahnya. Karena itu, PT SAS selalu membuka diri jika ada daerah yang tertarik mengembangkan padi hibrida. Keputusan tersebut untuk mengantisipasi dampak terjadinya perubahan iklim yang cenderung ekstrim dalam beberapa tahun terakhir, harga pangan dunia yang cenderung naik akibat konversi pangan untuk bio fuel dan dengan produtivitas rata-rata nasional Gabah Kering Panen (GKP) 4-5 ton per hektar.

Lebih lanjut Heka mengemukakan, sampai saat ini PT SAS masih dalam proses persiapan pengembangan tanaman pangan padi di Merauke, Papua, seluas 2.000 Ha. Salah satunya melalui pembinaan sumber daya manusia (petani) di Merauke agar mengenal sistem bercocoktanam padi yang lebih moderen. Dalam penanaman padi, sambung Heka, dikenal dua pola. Pertama intensifikasi, yaitu mengintensifikasikan lahan pertanian yang sudah ada dengan berusaha meningkatkan produktifitasnya.

Kedua extensifikasi, yaitu mengoptimalkan luas lahan yang masih tersedia dan sebaiknya dilakukan di lahan-lahan seperti di Merauke. Selain pembinaan petani, kami masih dalam tahap pembibitan tanaman padi, holtikultura, dan tanaman pangan lain, seperti sayuran dan palawija” ujarnya.

Untuk tahun 2010, PT SAS menargetkan produksi benih padi hibrida sekitar 2500 ton. Sedangkan kebutuhan pupuk untuk proses produksi tersebut, kata Heka, sebenarnya tergantung dari masing-masing kondisi tanah daerah penanaman.  Artinya, kebutuhannya tidak bisa dipukul rata berapa ton. Namun, secara umum untuk menanam padi hibrida Bernas per hektar dibutuhkan unsur hara N, P dan K, yang dimanfaatkan sebagai nutrisi bagi tanaman.

“Sebenarnya itu dapat dipenuhi dari pupuk kimia dan pupuk organik serta limbah bio masa dari pertanian (jerami padi, sekam, kotoran kandang),” cetusnya.

Sebagaimana diketahui, PT SAS didirikan tahun 2003 di Kendari, Sulawesi Tenggara, dengan nama PT Sumber Alam Sultra. Namun pada tahun 2006, perusahaan yang termasuk dalam Artha Graha Network milik pengusaha kondang Tomy Winata ini berganti nama menjadi PT Sumber Alam Sutera dan berlokasi di Jakarta. PT SAS telah memiliki laboratorium dan lahan percobaan yang berlokasi di Trimurjo, Lampung, yang disebut sebagai hybrid research center.

“Visi PT SAS mengembangkan padi hibrida dalam upaya peningkatan produksi dalam negeri serta meningkatkan kesejahteraan petani. Sedangkan misinya membangun industri benih padi hibrida yang tangguh untuk menyediakan benih varietas unggul, sehingga tersedianya bahan pangan yang cukup. Semoga visi dan misi kami selalu terwujud untuk menopang ketahanan pangan nasional,” harap Heka Hertanto. (Tulisan ini dimuat di Tabloid INDONESIA MONITOR, Edisi 87 Tahun II, 3-9 Maret 2010, halaman 26)

2 respons untuk ‘Heka Hertanto, Direktur PT SAS: Padi Hibrida Solusi Ketahanan Pangan Nasional

  1. Dani Setiawan Maret 24, 2010 / 6:06 am

    Saya tertarik dengan petani mendapat keuntungan dari panen yang secara potensi 9- 12 ton per hektar.
    Berbicara tentang benih unggul, kami juga memiliki benih unggul varietas padi Bestari yang telah disertivikasi/dilepas sama Menteri Pertanian no 1012/Kpts/SR.120/7/2008 pada tanggal 28 Juli 2008.
    Varietas padi ini bukan hibrida tapi keunggulannya sama, bahkan aman dari kontaminasi hama jika dari luar.
    Saya siap presentasi dengan Pemulia Padinya.
    Dani Setiawan/ 081398766672/ 0817812169

  2. rozi679 Juni 5, 2010 / 3:26 am

    salam..
    saat ini saya menjual CD cara bertani padi yang benar, hanya dengan harga 60 ribu (sudah ongkos kirim).
    CD bukan berisi ebook PDF atau paparan data melainkan video interaktif/audio visual bagaimana prakteknyalangsung di lapangan.
    dan tersedia juga buku panduannya (berwarna dan bergambar) harga 60 ribu.
    jika berminat silahkan hub.saya di 081-911857815 atau email rozi679@gmail.com.
    terima kasih

Tinggalkan komentar